Daun tembakau yang sering diidentikan dengan rokok, dimana para pakar kesehatan sepakat akan bahayanya terhadap kesehatan manusia. Bahkan MUI berencana mengeluarkan fatwa haram terhadap daun ini. Sehingga meresahkan para petani tembakau. Tetapi ternyata di tangan seorang peneliti bioteknologi, daun tembakau dapat dimanfaatkan bagi kesehatan. Hal ini tentu merupakan kabar baik bagi semua pihak.Berikut ini, rangkuman hasil wawancara kami dengan Dr. Arief B.Witarto , peneliti Bioteknologi LIPI,melalui telepon dalam siaran IPTEK VOICE yang ditayangkan oleh RRI Pro2 FM frekuensi 105.0 FM, Kamis, 18 September, pukul 08.30-09.00.
Arief menjelaskan hal ihwal ketertarikannya meneliti daun tembakau. Di bidang kedokteran itu ada produk-produk farmasi yang sekarang ini banyak digunakan yaitu obat maupun vaksin yang berbentuk protein. Dalam kegiatan penelitian ini saya mencoba hal yang baru yaitu menggunakan tanaman sebagai media produksinya.
Arief melanjutkan, kenapa saya memilih tanaman di Indonesia, saya melihat Indonesia adalah negara tropis dan mudah-mudahan negara agraris. Sehingga kalau disinergikan dengan pertanian ini lebih cocok, dari sudut ilmiah itu juga ada pemaparan bahwa dengan menggunakan tanaman biaya produksi lebih murah per sepuluh hingga per seratus. Kemudian ada syarat untuk tanaman apa yang cocok, jadi disini ada tanamannya harus tanaman yang budidaya yang dalam waktu singkat bisa panen. Syarat kedua adalah tanaman harus punya produksi bio massa apakah itu umbi atau daunnya lebih besar sehingga efisien. Nah, yang ketiga saya kira sadar sekarang dengan adanya bio energi ini, itu sebaiknya bukan tanaman pangan.
“Jadi ini sebenarnya bukan tanaman tembakau seperti yang ada di pertanian yang bisa langsung dipakai karena ini produksi teknologi. Seperti kalau kita produksi dengan mikroba itu pertama adalah DNA yang mengkode dari protein, karena ini produknya kan protein yang jadi obat tadi itu maka harus kita sisipkan ke dalam tembakau itu. Jadi dengan demikian nanti tembakaunya akan memproduksi protein yang dikode dengan DNA itu. Jadi setelah itu konsepnya sama dengan kita memproduksi dengan cara yang biasa. Kalau disini tanamannya kita tanam lalu nanti dari daunnya kita ekstrak kita dapatkan proteinnya yang murni dan sudah bebas dari zat berbahaya yang ada di daun tembakau seperti nikotin,”sambung Arief.
Penelitian saya dengan pihak Jerman, Arief menjelaskan, selama ini varietas tembakau yang banyak digunakan di luar negeri adalah varietas seperti Havana. Ini varietas tembakau yang digunakan untuk cerutu, tapi di luar itu saya juga mencoba dengan varietas lokal. Jadi saya sudah kumpulkan hampir 20 jenis varietas lokal sepetri dari Temanggung dan lain sebagainya. Hasil penelitian menunjukkan, varietas lokal itu tingkat produktifitasnya lebih tinggi ternyata. Jadi pertama tingkat produksi proteinnya 2 hingga 3 kali lipat. Kemudian tingkat bio massa artinya ketika kita menanam tembakau berat daun total yang dihasilkan 2 hingga 3 kali lipat. Sehingga totalnya 4 hingga 6 kali lebih tinggi jika gunakan tembakau lokal dibanding tembakau untuk cerutu.
“Jadi saya berharap,ini sebagai alternatif dari banyak petani yang khawatir dengan fatwa itu (MUI), saya sendiri merasa senang, karena sebenarnya ketika memulai penelitian ini saya tidak memikir sampai ke arah sana, karena waktu itu belum ada, jadi mungkin ini efek sosialnya,”simpul Arief.
Sumber : Situs KRT 18 September 2008